Kamis, 17 Desember 2009

BELAJAR BERMAKNA

A. Pengertian Teori Belajar Bermakna
Teori yang disampaikan oleh David Ausebel (1969). Beliau berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kongitif siswa melalui proses belajar yang bermakna. Bermakna yaitu materi pelajaran yang baru match dengan konsep yang ada dalam struktur kognisi siswa.
Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausebel beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa, terutama meraka yang berada di tingkat pendidikan dasar akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun siswa pada pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram dan ilustrasi.

Langkah-langkah yang biasanya dilakukan untuk menerapkan belajar bermakna Ausebel sebagai berikut :
1. Advance Organizer (Handout)
Penyampaian awal tentang materi yang akan dipelajari siswa diharapkan siswa secara mental akan siap untuk menerima materi kalau mereka mengatahui sebelumnya apa yang akan disampaikan guru.
2. Progressive Differensial
Materi pelajaran yang disampaikan guru hendaknya bertahap. Diawali dengan hal-hal atau konsep yang umum, kemudian dilanjutkan ke hal-hal yang khusus, disertai dengan contoh-contoh.
3. Integrative Reconciliation
Penjelasan yang diberikan oleh guru tentang kesamaan dan perbedaan konsep-konsep yang telah mereka ketahui dengan konsep yang baru saja dipelajari.
4. Consolidation
Pemantapan materi dalam bentuk menghadirkan lebih banyak contoh atau latihan sehingga siswa bisa lebih paham dan selanjutnya siap menerima materi baru.


Dalam aplikasinya menuntut siswa belajar secara deduktif (dari umum ke khusus) dan lebih mementingkan aspek struktur kognitif mahasiswa Menentukan tujuan-tujuan instruksional. Mengukur kesiapan siswa (minat, kemampuan, struktur kognitif)baik melalui tes awal, interviw, pertanyaan dll.
Memilih materi pelajaran dan mengaturnya dalam bentuk penyajian konsep-konsep kunci. Mengidentifikasikan prinsip-prinsip yang harus dikasi
siswa dari materi tsb. Menyajikan suatu pandangan secara menyelurh tentang
apa yang harus dipelajari Membuat dan menggunakan "advanced organizer" paling tidak dengan cara membuat rangkuman terhadap materi yang baru disajikan, dilengkapi dengan uraian singkat yang menunjukkan relevansi (keterkaiatan) materi yang sudah diberikan dengan yang akan diberikan.

Mengajar siswa untuk memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang sudah ditentukan dengan member fokus pada hubungan yang terjalin antara konsep yang ada. Mengevaluasi proses dan hasil belajar, contohnya pada pelajaran kimia, materi pelajaran kimia bukanlah pengetahuan yang terpisah-pisah namun merupakan pengetahuan yang saling berkait antara pengetahuan yang satu dengan pengetahuan lainnya. untuk dapat menguasai materi kimia, seorang anak harus menguasai beberapa kemampuan dasar lebih dahulu.
Setelah itu, peserta didik harus mampu mengaitkan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah dipunyainya, sehingga proses pembelajarannya menjadi bermakna. Karenanya, Ausubel menyatakan hal berikut sebagaimana dikutip Orton (1987:34): “If I had to reduce all of educational psychology to just one principle, I would say this: The most important single factor influencing learning is what the learner already knows. Ascertain this and teach him accordingly.” Jelaslah bahwa pengetahuan yang sudah dimiliki siswa akan sangat menentukan berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran.



B. . Teori belajar bermakna Ausabel dan penerapannya
Teori belajar Ausubel terkait dengan beberapa macam belajar. Terdapat empat macam belajar menurut Ausubel dengan dua dimensi yang terpisah. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi (materi pelajaran) itu disajikan pada siswa yaitu belajar penerimaan (reception learning) dan belajar penemuan (discovery learning). Dimensi kedua ialah menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada, dalam kaitannya dengan ini terdapat belajar hafalan (rote learning) dan belajar bermakna (meaningful learning).
Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada pelajar baik dengan bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final, maupun dalam bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh informasi itu. Dalam tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan yang telah dimilikinya, dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Siswa juga dapat mencoba-coba menghafalkan informasi baru tanpa menghubungkannya pada konsep-konsep yang telah ada pada struktur kognitifnya, dalam hal ini terjadi belajar hafalan.
Kedua dimensi tidak menunjukkan dikotomi sederhana, melainkan merupakan suatu kontinuum seperti diperlihatkan pada gambar berikut:
Dimensi Belajar menurut Ausubel
Sepanjang kontinuum mendatar terdapat dari kiri ke kanan berkurangnya belajar penerimaan dan bertambahnya belajar penemuan, sedangkan sepanjang kontinuum vertikal terdapat dari bawah ke atas berkurangnya belajar hafalan dan bertambahnya belajar bermakna.
Banyak ahli pendidikan menyamakan belajar penerimaan dengan belajar hafalan sebab belajar bermakna hanya terjadi bila si pelajar menemukan sendiri pengetahuan. Namun berdasarkan gambar di atas belajar penerimaanpun dapat dibuat bermakna, yaitu dengan cara menjelaskan hubungan antara konsep-konsep. Sementara belajar penemuan rendah kebermaknaannya dan merupakan belajar hafalan bila memecahkan suatu masalah hanya dengan coba-coba, seperti menebak suatu teka-teki. Belajar penemuan yang sangat bermakna hanyalah penelitian yang bersifat ilmiah.

Belajar bermakna
Belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Informasi disimpan di daerah-daerah tertentu dalam otak. Banyak sel otak yang terlibat dalam penyimpanan pengetahuan itu. Dengan berlangsungnya belajar, dihasilkan perubahan-perubahan dalam sel-sel otak. Dalam belajar bermakna informasi baru diasimilasikan pada subsumer-subsumer relevan yang telah ada dalam struktur kognitif.
Bila diinginkan belajar bermakna seperti yang dikemukakan Ausubel, dan bila belajar bermakna memerlukan konsep-konsep relevan dalam struktur kognitif yang disebut subsumer, pertanyaannya adalah :” dari mana datangnya subsumer?”
Pada anak-anak pembentukan konsep merupakan proses utama untuk memperoleh konsep-konsep. Pembentukan konsep adalah semacam belajar penemuan yang menyangkut baik pembentukan hipotesis dan pengujian hipotesis, maupun pembentukan generalisasi dari hal-hal yang khusus. Misalnya dengan berkali-kali dihadapkan pada benda yang disebut kursi, maka lambat laun anak akan menemukan kriteria bagi konsep kursi. Waktu usia masuk sekolah tiba, kebanyakan anak telah mempunyai kerangka konsep yang mengizinkan terjadinya belajar bermakna.

Belajar hafalan
Belajar hafalan terjadi jika dalam struktur kognitif seseorang tidak terdapat konsep-konsep relevan atau subsumer-subsumer yang relevan. Dalam belajar hafalan informasi baru tidak dapat diasimilasikan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif.

Dengan demikian sama sekali tidak terjadi interaksi antara informasi baru dengan informasi yang telah disimpan dalam struktur kognitif.
Beberapa Kebaikan Dari Belajar Bermakna
Menurut Ausubel belajar bermakna memiliki beberapa kebaikan sebagai berikut:
1. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih tahan lama.
2. Informasi yang tersubsumpsi memudahkan proses belajar berikutnya tentang materi yang mirip.
3. Bila unsur yang tersubsumpsi tidak dapat lagi dipanggil dari memori, jadi sudah dilupakan, menurut Ausubel terjadi subsumpsi obliteratif (subsumpsi yang telah rusak).

Menerapkan Teori Ausubel dalam Pembelajaran
1) Diferensiasi Progressif
Menurut Ausubel dalam satu seri pelajaran siswa hendaknya diperkenalkan terlebih dahulu pada konsep-konsep yang paling umum atau inklusif, kemudian berangsur-angsur menjadi konsep-konsep yang lebih khusus, dengan kata lain dari umum ke khusus. Proses penyusunan semacam ini disebut diferensiasi progresif.
Suatu contoh hierarki konseptual yang berdasarkan Diferensiasi Progressif seperti digambarkan pada gambar berikut
Kegiatan 1: Berikan satu contoh penerapan differensiasi progressif dalam pembelajaran konsep-konsep Kimia.

2) Rekonsiliasi Integratif
Menurut konsep rekonsiliasi integratif dalam mengajar, konsep-konsep perlu diintegrasikan dan disesuaikan dengan konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya. Dengan kata lain guru hendaknya menunjukkan pada siswa bagaimana konsep dan prinsip tersebut saling berkaitan.
Sebagai contoh hubungan rekonsiliasi integratif dapat digambarkan sebagai berikut:
Kegiatan 2: Berikan satu contoh penerapan rekkonsiliasi integratif dalam pembelajaran konsep-konsep Kimia.

3) Peta Konsep
Peta konsep memperlihatkan bagaimana konsep-konsep saling dikaitkan. Untuk menyusun suatu peta konsep dibutuhkan konsep-konsep atau kejadian-kejadian dan kata penghubung.
Peta konsep memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Pemetaan konsep ialah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan susunan atau organisasi suatu bidang studi.
2. Suatu peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu disiplin.
3. Berkaitan dengan bobot, tidak semua konsep mempunyai bobot yang sama. Ini berarti bahwa ada beberapa konsep yang lebih inklusif daripada yang lain. Jadi konsep yang paling inklusif terdapat di puncak, lalu menurun hingga konsep yang paling khusus atau contoh-contoh.
4. Bila dua atau lebih konsep digambarkan di bawah konsep yang lebih inklusif, terbentuklah suatu hirarki pada peta konsep itu.

Karena belajar bermakna lebih mudah berlangsung bila konsep-konsep baru dikaitkan pada konsep yang lebih inklusif, maka peta konsep harus disusun secara hirarki. Ini berarti bahwa konsep yang lebih inklusif ada di puncak peta. Makin ke bawah konsep-konsep diurutkan makin menjadi lebih khusus.

Untuk menyusun suatu peta konsep ada beberapa langkah yang harus diikuti:
1. Pilihlah suatu bacaan dari buku pelajaran.
2. Tentukan konsep-konsep yang relevan.
3. Urutkan konsep-konsep itu dari yang paling inklusif ke paling tidak inklusif atau contoh-contoh.
4. Susunlah konsep-konsep itu di kertas.
5. Hubungkan konsep-konsep itu dengan kata-kata penghubung.

2 komentar: